Lumpur Panas

September 25, 2006 at 2:08 pm Leave a comment

MASALAH PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO BRANTAS KE LAUT
KLH harus Menkaji Ulang Pengertian Pencemaran Lingkungan.
Oleh
Prof. Dr. R. Koesoemadinata
Indonesia belakangan ini dirundung bencana, bencana alam maupun bencana yang dipicu oleh kelakuan manusia dalam usahanya untuk memodernisasikan negara Indonesia. Gejala bencana ini tidak ada yang sangat menarik perhatian adalah munculnya semburan lumpur panas di Sidoardjo yang boleh jadi dipicu dengan kegagalan pemboran explorasi sumur Banjar Panji oleh PT Lapindo Brantas dalam usaha pencaharian minyak dan gas bumi di daerah . Tentu hal ini dilakukan dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak dan gas bumi Indonesia yang belakangan ini melorot, demi pertumbuhan ekonomi yang sehat, selain tentunya untuk mencari keuntungan yang besar bagi para pemilik saham perusahaan tersebut.

Terlepas apakah penyebab semburan ini adalah keteledoran para ahli pemboran Lapindo Brantas atau apakah pemboran yang gagal ini adalah sekedar pemicu akan terjadinya gejala ini (mungkin nantinya Pengadilan yang bisa memutuskan), yang menarik perhatian adalah gejala semburan lumpur ini yang boleh dikatakan unik di dunia. Yang jadi masalah adalah jumlah cairan yang konon terdiri dari 70% air dan 30 zat padat yang membanjiri daerah Sidoarjo dan mengancam pemukiman serta melumpuhkan perekonomian, khususnya industri dan transportasi di daerah sekitarnya. Jika pencemaran lingkungan tidak jadi masalah penyelesaiannya sederhana saja, alirkan lumpur panas yang tokh akhirnya akan mendingin juga ke laut, ke Selat Madura, dari mana lumpur itu berasal.

Dalam mass media dikhabarkan bahwa lumpur itu mengandung zat berbahaya dan beracun, antara lain kadar Hg (air raksa) yang tinggi. Sebagai seorang ahli geologi saya heran, bagaimana lumpur yang berasal dari perut bumi bisa mengandung zat2 tersebut? Rekan saya dari Tim Independent Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yang telah mengambil contoh lumpur langsung dari lokasi semburan memberitakan bahwa hasil analisa kimia serta analisa lainnya tidak meununjukan kehadliran Hg atau logam berat lainnya (paling tidak semuanya jauh dibawah 0.10 mg/liter). Hasil analisa mikropaleontologi menunjukkan bahwa lumpur itu mengandung fosil foraminifera (cangkang zat renik bersel satu) yang dahulu hidup di lingkungan laut yang sama dengan di Selat Madura. Sejak dahulu para ahli geologi Belanda seperti Van Bemmelen (1949) menyatakan bahwa beberapa ratus ribu bahkan lebih 1 juta tahun (zaman Pleistocene) Selat Madura itu menjorok jauh ke barat hampir sampai kota Semarang. Sungai-sungai seperti Bengawan Solo dan lain-lain bermuara di selat Madura purba ini dan mengendapkan sedimen seperti pasir dan lumpur sebagai delta pada pantainya yang berangsur-angsur terjadi pendangkalan dan daratan pun bertambah ke arah pantai Selat Madura dekat Sidoarjo. Jadi pendangkalan serta penambahan daratan ke arah selat Madura memang sudah terjadi secara alami. Bahkan konon Bengawan Solo juga dulunya mengalir ke Selat Madura yang sekarang disebut Kali Brantas, dan oleh Belanda dialihkan ke arah utara yang sekarang disebut Ujung Pangkah. Pada ujung ini terjadi suatu delta yang praktis dikatakan sebagai delta yang dipicu ulah manusia.

Jadi sebetulnya dengan mengalirkan .lumpur ke arah Selat Madura saya yakin akan terjadi proses alami dan tidak mencemari lingkungan, karena lumpur Lapindo itu material yang berasal dari endapan Selat Madura kuno, dan sekarang dikembalikan ke Selat Madura modern. Yang akan terjadi mungkin adalah percepatan dalam pendangkalan serta majunya pantai barat Selat Madura, yang tokh secara alami sedang berlangsung.

Dalam hal ini tentu yang jadi masalah adalah apakah yang disebut pencemaran lingkungan? Kalau limbah kimia atau limbah industri ataupun dari aktivitas manusia yang bersifat asing, maka saya sangat sangat setuju untuk dinyatakan sebagai pencemaran lingkungan yang harus dicegah sekuat tenaga. Contoh-contoh seperti Chernobyl, Peledakan Pabrik Kimia di India, tumpahnya minyak dari tanker Exxon Valdez dst, itu betul-betul dapat dinyatakan sebagai pencemaran lingkungan yang berat. Tetapi dalam hal lumpur Lapindo, kita ini menghadapi zat ataun bahan bumi (earth material) yang akan dimasukan ke dalam lingkungan yang kebetulan sama juga dengan lingkungan di mana lumpur itu terbentuk. Kekhawatiran akan rusaknya biota dsb adalah sangat berlebihan dan boleh dikatakan merupakan paranoid yang sedang melanda kita semua, khususnya para ahli lingkungan. Dari prinsip dasar ilmu geologi saja kita tahu bahwa lingkungan kita itu tidak pernah tetap, gejala-gejala alam yang lambat maupun yang bersifat mendadak, seperti erupsi gunung api dapat “mencemari” lingkungan, merusak biota bahkan menyebabkan kepunahan species bahkan sampai kategori kelaspun (Ingat punahnya Dinosaurus?). Dalam hal ini apakah suatu letusan gunung api di pantai yang menyemburkan abu serta lava pijar ke laut serta memusnahkan biota ditempat itu dapat dikatakan pencemaran lingkungan? Ini sering terjadi di Hawaii dan gunung api lainnya di Pasifik. Apakah letusan G. Merapi yang yang menghamburkan awan panas, abu dan gas yang beracun (saya yakin banyak gas H2S) serta mematikan kehidupan di daerah sekitarnya dianggap pencemaran lingkungan? Gunung-gunung api yang tidurpun seperti G. Tangkuban Perahu di utara Bandung dan banyak lagi di seluruh Indonesia, bahkan di dunia setiap harinya menghamburkan belerang murni dalam bentuk gas maupun gas H2S entah berapa ribu ton ke atmosfer. Tetapi tidak ada ahli lingkungan yang peduli serta mempermasalahkan “acid rain” yang ditimbulkan. Pada waktu G. Krakatau meletus dengan dahsyatnya pada tahun 1883 seluruh biota di lereng gunung itu hancur dan memusnahkan kehidupan. Namun hanya dalam beberapa puluh tahun saja kehidupan sudah pulih kembali, karena kekenyalan (resilience) dari alam itu sendiri untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan.

Entry filed under: Uncategorized.

Gempa Ribuan Hektare Lahan di Jawa Rawan Banjir

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


SELAMAT DATANG

RSS Info Gempa

  • An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.

Tulisan sebelumnya

Yang Lagi Baca

page counter

Pengunjung Situs Ini

Pengunjung

  • 751,677 Pembaca
Pagerank

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

Join 9 other subscribers